Sejumlah masjid di Kota Yogyakarta memiliki cara sendiri dalam mengurangi sampah anorganik atau sampah tak terurai meski mereka menyediakan ribuan porsi takjil gratis setiap hari selama bulan Ramadan ini.
Cara yang ditempuh masjid-masjid itu dalam menekan sampah anorganik-nya cukup sederhana, yakni konsiten menggunakan piring keramik dan gelas kaca saat pembagikan takjil setiap hari.
Ribuan porsi takjil itu tidak dibagikan dalam bentuk kemasan plastik atau kertas.
Wuling Bagikan Logam Mulia untuk Pemenang Program Exciting Ramadan Sale “Penggunaan piring dan gelas saat pembagian takjil itu sebenarnya ada dua tujuan, menyempurnakan puasa bagi jemaah sekaligus mengurangi produksi sampah kemasan sekali pakai,” kata Takmir Masjid Jogokariyan Enggar Haryo Panggalih, Jumat, 31 Maret 2023.
Enggar mengatakan Masjid Jogokariyan sudah memiliki tradisi bagi-bagi takjil saat Ramadan menggunakan alas piring sejak tahun 1980-an.
Pembagian takjil dengan memakai piring dan gelas dilakukan ketika menu yang dihidangkan bukan lagi berbentuk makanan ringan, tapi makanan berat.
“Masjid Jogokariyan mulai difungsikan pada 20 Agustus 1967, waktu itu takjil masih makanan ringan seperti roti, tapi seiring dinamika dakwah mulai disediakan makanan berat dan memakai piring,” kata Enggar yang menyebut dalam bulan Ramadan ini setiap hari Jogokariyan menyediakan 3.500 porsi takjil dengan beragam menu.
Beasiswa Juilliard School Impian Putri Ariani, Janji Nadiem Makarim Mendapatkannya Penggunaan piring dalam membagikan takjil, menurut Enggar, pada dasarnya bertujuan untuk menyempurnakan puasa.
Maksudnya, saat jemaah berbuka bisa langsung melanjutkan ibadah salat berjamaah di masjid itu.
“Kalau diberi takjil yang dibungkus kemasan sekali pakai, biasanya akan dibawa pulang dan mereka jadi tidak ikut salat berjemaah di masjid,” kata Enggar.
“Tapi kalau makanan itu diletakkan di piring, mereka mau tak mau makan di masjid dan juga ikut salat berjemaah di masjid.” Adapun untuk sampah organik sisa makanan, Enggar mengatakan sudah ada pengelolanya, yakni warga setempat.
“Sampah organik itu ada yang diolah sebagai kompos dan pakan ternak, sedangkan untuk residu dibawa ke TPS (tempat pembuangan sementara)” kata dia.
Selain Masjid Jogokariyan, Masjid Pangeran Diponegoro Balai Kota Yogyakarta menggunakan alas piring dan gelas keramik untuk menghidangkan takjil buka puasa kepada lebih 700 jemaah dalam sehari selama Ramadan sebulan penuh.
“Dari awal sebelum masa Ramadan kami berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta kalau pembagian takjil juga harus memperhatikan produksi sampah yang dihasilkan,” kata Ketua Harian Takmir Masjid Pangeran Diponegoro, Syamsul Azhari.
Syamsul mengatakan untuk sampah anorganik tidak ada.
“Karena alat makan dari sini, minum juga dengan gelas atau jemaah bawa tempat minum sendiri yang diisi ulang di galon yang sudah kami sediakan,” kata dia.
Pengelolaan sampah di masjid itu dimulai dengan pemilahan sampah anorganik, organik dan residu.
“Setelah itu kami bekerja sama dengan bank sampah untuk pengolahannya,” kata Syamsul.
Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengatakan persoalan sampah jadi salah satu isu prioritas di Kota Yogyakarta.
Pemerintah Kota Yogyakarta menargetkan sampah yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan setiap hari bisa menurun.
“Target kami mengurangi volume sampah yang sebelumnya rata rata 250 ton sehari menjadi berkurang 50 ton mulai akhir Maret ini,” kata Aman.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto mengatakan sebelum memasuki Ramadan, pihaknya telah memberikan imbauan kepada para takmir masjid di Kota Yogyakarta berkontribusi dalam gerakan zero sampah anorganik yang digencarkan tahun ini.
“Kami ajak para takmir agar saat kegiatan buka puasa atau sahur di masjid mengurangi produksi sampah anorganik, salah satunya melalui konversi pembungkus makanan, dengan menggunakan wadah tetap yang bisa dipakai berulang kali,” kata dia.
Beberapa masjid seperti Masjid Gede Kauman, Masjid Jogokariyan, dan Masjid Pangeran Diponegoro, kata Sugeng, sudah menggunakan piring, untuk mengurangi produksi sampah.
“Ketika bicara soal volume sampah itu tidak hanya soal kenaikannya pada momen tertentu, tapi perilaku untuk mengurangi sampah harus dilakukan semuanya,” kata dia.
Pilihan Editor: Kunjungan Wisata Menurun Saat Ramadan, Yogyakarta Dorong Wisata Religi